Home » Blog » Ilmu Kopih » Provinsi dengan Peminum Kopih Terbanyak di Indonesia

Provinsi dengan Peminum Kopih Terbanyak di Indonesia

Menurut Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI), konsumsi domestik kini mencapai sekitar 1,8 kg/kapita/tahun pada 2023, naik dari 1,0 kg pada 2013.

Provinsi dengan peminum kopi terbanyak di Indonesia

Tren konsumsi kopih Indonesia semakin moncer. Laporan tahunan Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) menyebut, konsumsi kopi domestik Indonesia diperkirakan mencapai 4,79 juta kantong (60 kg per kantong) pada periode 2023/2024, mengalami peningkatan dari 4,8 juta kantong pada periode sebelumnya. Sementara itu, menurut Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI), konsumsi domestik kini mencapai sekitar 1,8 kg/kapita/tahun pada 2023, naik dari 1,0 kg pada 2013.

Survei GoodStats Oktober 2024 juga menyebutkan bahwa 40 % responden rutin minum 2 gelas kopih per hari, sementara 29 % minum satu gelas, dan 23 % tiga gelas per hari. Berdasarkan data BPS 2020 dan indikator ekonomi, provinsi seperti Bengkulu, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Barat, Lampung, dan Bali menempati peringkat atas konsumsi per kapita kopih tertinggi (1,8–2,0 kg/tahun).

Provinsi seperti Bengkulu, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Barat, Lampung, dan Bali memiliki budaya minum kopih yang kuat sejak lama. Di Bengkulu dan Lampung, kopi robusta tumbuh subur dan menjadi bagian masyarakat—dari warung pagi hingga ritual lokal. Sementara NTT dan Sulawesi Barat sejak dulu memiliki budaya minum kopih sebagai bagian interaksi sosial komunitas pedesaan dan pesisir.

Faktor Lingkungan & Ekonomi Lokal

Wilayah-wilayah ini sering kali berada di daerah penghasil kopih, sehingga akses dan harga terjangkau. Masyarakat dengan pendapatan rendah-menengah tetap ngopih karena bawaan budaya agraris dan warung kopi lokal yang murah. Selain itu, penduduknya cenderung hidup sederhana, sehingga kopi instan dan bubuk menjadi pilihan utama—praktis dan familiar. Oleh industri, kopih ini disediakan dari warung-warung tetangga hingga toko-toko modern berlabel.

Tabel 5 privinsi dengan konsumsi kopi tertinggi di Indonesia - BPS/Goodstats.
Data konsumsi per kapita adalah rata-rata 2020 dari BPS dan Pusdatin Pangan. Estimasi konsumsi harian didasarkan pada frekuensi umum (1,8 kg/tahun ≈ 5 g kopi per hari, atau ~0,25–0,3 gelas), studi silang dengan survei GoodStats bahwa mayoritas masyarakat ini minum hingga 2 gelas/hari.

Efek Samping Konsumsi Kopih Berlebihan

Menurut Ikatan Dokter Indonesia, konsumsi kopi berlebihan (lebih dari ≈400 mg kafein sehari, sekitar 4–5 gelas) dapat menyebabkan gangguan seperti insomnia, detak jantung cepat, kecemasan, dan refluks lambung.

Banyak laporan menyebutkan kasus gangguan tidur malam hari akibat cold brew atau espresso dan kecemasan ringan setelah minum terlalu banyak. Gejala ini umum dialami terutama di kawasan urban yang konsumsi kopinya tinggi karena gaya hidup metro dan budaya korporat yang memicu stres kolektif.

Gaya Hidup Third Wave dan Fourth Wave di Indonesia

Di kota besar (Jakarta, Bandung, Surabaya), minum kopih telah bergeser menjadi gaya hidup. Tren third wave (single‑origin, manual brew seperti V60/Aeropress) dan fourth wave (cold brew, kopi susu gula aren, RTD premium) makin mewarnai konsumsi. Banyak orang menikmati bukan hanya rasa, tapi juga estetika, cerita petani, dan nilai keberlanjutan. Ini mendorong konsumsi meningkat meski porsi per kapita di kota-kota besar relatif lebih kecil daripada di provinsi penghasil lokal.

Ilustrasi kopi spesialti PICAFTASTY

Budaya sosial—seperti ngobrol santai di warung, meeting informal, atau sekadar istirahat di kantor—menjadikan kopih bagian integral aktivitas harian. Selain stimulasi kafein, kelas menengah dan urban melihat kopi sebagai simbol status dan hobi estetis. Bagi generasi muda, kopi juga identik dengan lifestyle digital: latte art, kafe estetik, dan konten Instagram/Tiktok.

Masa Depan Konsumsi Kopih Indonesia

Ke depan, konsumsi kopih bisa saja terus naik, baik di daerah penghasil maupun kota-kota urban. Namun yang penting, konsumsi dan produksi harus sejalan secara berkelanjutan. Pemberdayaan petani spesialti, konservasi tanah, serta regulasi warung dan kedai kopi kecil butuh perhatian khusus.

Apalagi, Jika tren baru praktik pertanian ramah lingkungan makin merakyat, lengkap dengan edukasi konsumen yang tepat guna. Pastilah masa depan produksi dan konsumsi kopih Indonesia bisa tumbuh optimal, seimbang, dan bertanggung jawab terhadap alam dan masyarakat.

**

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
Lihat semua komentar
0
Butuh masukanmu, silakan komentar.x
()
x