
Ada fakta menarik yang mungkin belum kamu tahu: pabrik kopi pertama di Indonesia ternyata sudah berdiri sejak tahun 1920-an, lho! Pabrik kopih ini jadi cikal bakal perusahaan legendaris, PT. Industri Kopi Kapal Api, yang operasinya mulai sekira 1927 oleh tiga bersaudara Go Soe Loet, Go Bi Tjong, dan Go Soe Bin di Surabaya. Beliau-beliau adalah salah satu tokoh penting dalam sejarah industri kopih nasional.
Meski awalnya hanya berupa jasa penggilingan berskala kecil dan hanya melayani konsumen lokal, usaha trio ini lalu pelan-pelan berkembang jadi pabrik dengan merek pertama Kopi Bubuk Hap Hoo Tjan. Usaha mereka terus berkembang dan menjadi pionir pengolahan kopih modern di Tanah Air. Dari sebuah dapur sederhana, Kapal Api menjelma jadi simbol industri kopih Indonesia yang bertahan lintas generasi.
Pabrik Kopi Pertama dan Lahirnya Kapal Api
Di awal berdirinya, pabrik ini memproduksi berbagai varian kopih sangrai, mulai dari kopih hitam bubuk hingga kopih campuran khas Indonesia. Produk-produknya beragam dalam bentuk sachet, kaleng, hingga kemasan ekonomis dengan berat mulai dari 100 gram hingga 1 kilogram. Para pekerja di pabrik ini sebagian besar adalah warga sekitar yang sudah mahir meracik, menyangrai, dan mengemas kopih secara manual. Tradisi dan keterampilan turun-temurun membuat kualitas rasa tetap konsisten, meski kini sebagian proses sudah dibantu mesin modern.

Anak-anak mereka bertugas berjualan kopih keliling di Surabaya dan sekitarnya, hasil gilingan dan pengemasan ketiga orang tua tersebut. Wilayah penjualannya termasuk pelabuhan Tanjung Perak yang waktu itu sangat ramai karena lalu lintas perdagangan.
Fakta menarik: Kebanyakan pelanggan Kopi Bubuk Hap Hoo Tjan merupakan para pelaut dan orang-orang berlalu lalang di sekitar pelabuhan. Ini menginspirasi pendirinya memilih kapal api sebagai lambang dan produk mereka di kemudian hari.
Distribusi kopih dari pabrik ini awalnya cuma lewat darat dan pelabuhan-pelabuhan kecil di sekitar Jawa Timur. Seiring waktu, jaringan penjualan mereka berkembang ke seluruh Jawa dan kemudian ke luar pulau seperti Sumatra, Kalimantan, dan Sulawesi. Mobil bak, gerobak, hingga kapal laut jadi alat andalan untuk mengantar kopih ke para pedagang dan pengecer. Pembelinya? Mulai dari warung tradisional, rumah tangga, hingga hotel dan restoran yang mencari cita rasa lokal otentik.
Tentu saja, pabrik kopih pertama ini tak sendiri. Dalam perjalanannya, muncul berbagai pesaing dari kota-kota besar seperti Medan, Bandung, dan Makassar. Beberapa merek legendaris seperti Kopih Aroma, Kopih Liong Bulan, dan Kopih Tugu Buaya juga mulai tumbuh sejak pertengahan abad ke-20. Mereka semua turut memanaskan kompetisi dan memperkaya pilihan konsumen. Namun, kekuatan Kapal Api terletak pada distribusi masif, strategi pemasaran yang kuat, dan cita rasa yang bisa diterima di seluruh penjuru Nusantara.
Ekspansi ke Luar Negeri
Kemudian pada 1985, Kopi Kapal Api lewat bendera grup melakukan ekspansi ke berbagai negara dan mulai bersaing di pasar produk konsumen di banyak benua. Diawali dengan meluncurkan produk khusus untuk Arab Saudi, kemudian mulai masuk di pasar Hongkong tahun 1987, berlanjut ke Malaysia dan Taiwan di tahun-tahun berikutnya. Ini menjadi awal berkembangnya gurita bisnis grup yang membawa namanya jadi perusahaan multinasional terpandang di Tanah Air.
Perkembangan industri pabrik kopih di Indonesia pun semakin pesat sejak era reformasi. Banyak perusahaan baru bermunculan, dari skala kecil hingga besar, bahkan ada yang fokus di segmen kopih premium dan specialty. Namun, tantangan juga ikut membesar. Persaingan makin ketat, regulasi pangan makin kompleks, dan tentu saja, masuknya merek-merek asing yang membawa standar dan branding global. Merek luar seperti Starbucks dan Nescafé memberi tekanan, tapi sekaligus membuka peluang untuk naik kelas.
Baca juga: Sejarah Starbucks di Indonesia
Semangat Industri Kopih Lokal
Meski begitu, semangat industri kopih lokal tetap menyala. Kini makin banyak pabrik kopih yang mengadopsi teknologi modern tanpa meninggalkan cita rasa nusantara. Pabrik-pabrik di daerah seperti Aceh, Toraja, hingga Flores mulai naik daun, menciptakan identitas kopih daerah yang kuat. Pemerintah juga mulai mendorong ekspor dan penguatan UMKM di sektor ini. Dengan gerakan “Bangga Buatan Indonesia”, ada harapan besar agar industri kopih nasional terus tumbuh dan dikenal dunia.

Untuk generasi muda, inilah saatnya terjun ke industri kopih dengan semangat baru. Tantangan seperti perubahan selera konsumen, adaptasi teknologi digital, hingga tren keberlanjutan jadi medan tempur baru yang seru. Tapi kalau dibarengi dengan cinta pada produk lokal, rasa ingin belajar, dan kreativitas tinggi, masa depan industri kopih Indonesia bisa sangat cerah.
Siapa tahu, kamu adalah pendiri pabrik kopih besar berikutnya?
Akhir kata, pabrik kopih pertama di Indonesia bukan cuma soal sejarah, tapi juga inspirasi. Ia adalah bukti bahwa dari dapur kecil bisa tumbuh jadi bisnis raksasa dengan ketekunan dan kemantapan hati. Sekarang saatnya kita dukung merek-merek kopih dalam negeri, bukan sekadar minum, tapi juga sebagai bentuk cinta pada rasa, warisan, dan karya anak bangsa.
**
Baca juga: