
Kopi Mandailing adalah salah satu jenis kopih arabika unggulan yang berasal dari Sumatra Utara, tepatnya di wilayah Mandailing Natal. Kopih ini popular karena cita rasanya yang khas, aroma kompleks, dan keasaman rendah yang cocok dengan selera pasar internasional. Popularitasnya tidak hanya bertahan di dalam negeri, tapi juga menembus pasar luar negeri seperti Jepang, Jerman, Amerika Serikat, dan Belanda. Kopih Mandailing sering menjadi pilihan dalam kategori single origin karena identitasnya yang kuat dan konsisten dari waktu ke waktu.
Sejarah Kopi Mandailing
Awal mula penanaman kopi Mandailing (kita sebut kopih Mandailing) berkaitan erat dengan masuknya Belanda ke Sumatra pada abad ke-19. Melalui sistem tanam paksa (cultuurstelsel), Belanda membawa bibit kopih arabika dari Yaman dan mulai menanamnya di dataran tinggi Mandailing yang subur. Lokasi yang berada di antara 1.000–1.500 meter di atas permukaan laut, curah hujan yang stabil, serta struktur tanah vulkanik. Ini ideal untuk budidaya kopih berkualitas tinggi. Sejak itulah, kopih menjadi bagian dari identitas budaya dan ekonomi masyarakat Mandailing.
Secara historis, kopih Mandailing pernah menjadi komoditas penting yang memperkenalkan nama Indonesia di mata dunia dalam peta perdagangan kopih global. Istilah “Mandheling coffee” sempat digunakan oleh para pedagang Eropa sebagai label premium dari Sumatra, meskipun sering kali mencampurkan biji dari wilayah sekitarnya seperti Lintong dan Aceh. Namun kini, kopih Mandailing telah kembali pada jati dirinya. Banyak petani dan produsen lokal yang fokus menjaga keaslian wilayah dan proses produksinya agar tetap autentik.
Karakter Rasa Kopi Mandailing
Dari sisi varietas, kopih Mandailing umumnya berasal dari jenis Typica dan Catimor, yang telah beradaptasi dengan baik di lahan Sumatra. Proses pasca-panen yang cocok adalah wet hulled (giling basah), teknik khas Indonesia yang memberikan karakter earthy, sedikit spicy, serta body yang penuh dan kaya. Dalam profil cangkirnya, kopih Mandailing memiliki rasa cokelat gelap, herbal, dengan sentuhan tembakau dan rempah-rempah. Keseimbangan antara keasaman ringan dan aftertaste yang panjang membuatnya jadi favorit di kalangan coffee enthusiast dan barista yang mengejar kompleksitas rasa.
Harganya pun masih cukup terjangkau. Harga kopi Mandailing per kilogram bervariasi tergantung jenisnya (Arabika atau Robusta), tingkat olahan (green bean, roasted bean, atau bubuk), serta penjual dan kualitasnya, dengan kisaran harga green bean sekitar Rp125.000 – Rp147.000 per kg dan kopi bubuk atau biji sangrai bisa mencapai Rp350.000 per kg atau lebih untuk kualitas premium.
Baca juga: Bedanya Kopi Robusta dan Arabika
Di era third wave dan fourth wave, kopih Mandailing mulai mendapatkan tempat spesial di kafe-kafe independen dan jaringan kedai spesialti. Banyak pelaku usaha yang kini menjual kopih Mandailing sebagai single origin dengan label transparan yang menyebutkan nama petani atau kebun. Di Jakarta, Bandung, hingga Yogyakarta, kita bisa menemukan biji kopih Mandailing di drip bar, menu pour over, maupun cold brew. Kopih ini cocok dipadukan dengan metode seduh manual yang menonjolkan kekayaan aromatik dan bodi yang pekat.

Contoh Brand Kopi Mandailing
Beberapa brand lokal seperti Tanamera, Otten, dan Kopikalyan telah memasukkan Mandailing sebagai salah satu varian tetap mereka. Selain dalam bentuk seduhan klasik, Mandailing juga popular untuk produk latte, kopih susu gula aren, dan blend untuk espresso. Bahkan beberapa roastery kini membuat light roast Mandailing untuk mengeksplorasi sisi florality dan rasa buah kering yang tersembunyi di balik dominasi nutty dan earthy-nya. Ini membuktikan fleksibilitas rasa Mandailing dalam berbagai bentuk penyajian modern.
Masa Depan Kopi Mandailing
Prospek kopih Mandailing di masa depan terbilang cerah. Menurut data ekspor komoditas dari Badan Pusat Statistik, ekspor kopih arabika dari Sumatra Utara mengalami peningkatan signifikan dalam dua tahun terakhir, terlebih tingginya permintaan dari negara-negara Skandinavia dan Asia Timur. Pemerintah daerah bersama komunitas petani juga mulai fokus pada peningkatan kualitas budidaya, sertifikasi organik, serta penguatan identitas geografis (IG). Semua ini menjadi fondasi penting untuk memperkuat posisi kopih Mandailing di pasar dunia.
Sebagai salah satu ikon kopih Nusantara, Mandailing memiliki semua unsur untuk bersaing secara global—dari rasa yang khas, sejarah panjang, hingga adaptasi terhadap tren kopih masa kini.
Kini tinggal bagaimana kita, sebagai produsen maupun konsumen, menjaga mutu dan mendorong keberlanjutan produksinya. Dengan inovasi, edukasi, dan promosi yang tepat, bukan tidak mungkin kopih Mandailing akan berdiri sejajar dengan kopih-kopih terbaik dunia seperti Ethiopia Yirgacheffe atau Colombia Huila. Dan tentunya, kebanggaan itu tumbuh dari cangkir yang kita seduh setiap hari.
**